Opini : Wajib Belajar 13 Tahun, Rencana Pemerintah Vs Akses Pendidikan yang Terbatas

Tiara Aprilani Pertiwi, mahasiswi UIN STS Jambi. Foto : dok pribadi
Tiara Aprilani Pertiwi, mahasiswi UIN STS Jambi. Foto : dok pribadi

Opini ini ditulis oleh : Tiara Aprilani Pertiwi *

Memasuki tahun 2025, pemerintah kembali mengukir sejarah baru dalam Pendidikan di Indonesia, yaitu dengan rencana implementasi program wajib belajar 13 tahun. Pada saat pemerintah menyampaikan rencana program wajib belajar 13 tahun ini. Saya memiliki pertanyaan yang berenang-renang didalam pikiran saya : Jika program wajib belajar 13 tahun diimplementasikan apakah Pendidikan yang berkualitas akan didapatkan dengan akses Pendidikan yang terbatas?

Bacaan Lainnya

Kesenjangan Akses Pendidikan

Menurut anisah (2016) Pemerintah merancang roadmap wajib belajar 13 tahun dalam RPJMN 2025-2029, yang meliputi target peningkatan pastisipasi Pendidikan, strategi khusus untuk daerah tertinggal, serta koordinasi antara sektor. Pemerintah pusat juga mengajak daerah untuk membuat rencana pembangunan yang sejalan dan responsif dengan pemetaan kebutuhan lokal.

Kebijakan progresif ini, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2025, Menunjukan komitmen pemerintah untuk memperluas kesempatan Pendidikan di Indonesia. Tetapi dibalik tekad yang mulia ini, banyak tantangan yang tersembunyi belum tuntas diselesaikan dari program wajib belajar sebelumnya.

Realitasnya Pendidikan di Indonesia saat ini jauh dari kata sempurna. Meski implementasi kebijakan program wajib belajar 9 dan 12 tahun sudah dilaksanakan selama puluhan tahun, Tetapi kita tidak bisa menghindari kenyataan terdapat perbedaan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Infrastruktur yang terbatas membuat dampak yang signifikan terhadap berlangsungnya proses pembelajaran di daerah 3 T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Data menunjukan bahwa anak-anak daerah terpencil masih menghadapi beberapa tantangan besar dalam mengakses Pendidikan yang optimal, seperti kendala infrastruktur, transportasi, tenaga pendidik yang kurang memadai, serta kondisi geografis yang sulit diakses .

Banyak sekali isu yang membatasi akses Pendidikan di Indonesia, terutama Indonesia merupakan negara yang terdiri dari ribuan pulau yang mana mengakibatkan minimnya infrastruktur dan transpostasi, sehingga anak-anak dari daerah tertinggal dan terpencil pun harus menempuh perjalanan yang jauh dan sulit untuk kesekolah.

Selanjutnya, keterbatasan ekonomi juga menjadi salah satu beban berat bagi anak-anak yang memiliki ekonomi rendah, meski sekolah gratis tapi biaya untuk buku, seragam dan juga transpostasi juga menjadi beban berat. Kurangnya fasilitas sarana prasarana di daerah 3 T juga menjadi PR bagi pemerintah, fasilitas sarana prasarana menjadi salah satu faktor penunjang dalam menciptakan lulusan yang bermutu, seperti penyediaan perpustakaan yang memiliki fasilitas yang lengkap akan mempengaruhi proses belajar siswa.

Segi pendanaan juga menjadi masalah yang krusial. Dengan menambah durasi wajib belajar, pendanaan Pendidikan otomatis akan meningkat secara signifikan. Pemerintah harus menyiapkan pendanaan tambahan untuk pembangunan fasilitas PAUD, rekrutmen guru, penyediaan bahan ajar, serta berbagai program pendukung lainnya. Disaat ekonomi nasional masih menghadapai berbagai tekanan, prioritas alokasi anggaran sangat memerlukan perhitungan yang matang dan strategi yang tepat sasaran.

Kuantitas vs kualitas

Dari pengalaman program wajib belajar yang sebelumnya mengajarkan kita tentang peningkatan kualitas Pendidikan di Indonesia. Banyak sekali lulusan yang memiliki ijazah tetapi tidak memiliki kompetnsi yang cukup memadai untuk bersaing didunia kerja atau untuk melanjutkann Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hal ini menjadi peringatan keras bahwa pentingnya kualitas dari pada kuantitas. Dari pada terburu-buru menambah durasi wajib belajar, pemerintah lebih baik membuat kebijakan untuk memperbaiki kualitas Pendidikan yang sudah ada. Tenaga pendidik perlu mendapat pelatihan yang memadai, perbaikan fasilitas sarana prasarana, serta pemerintah harus memperkuat sistem evaluasi.
Solusi komprehensif

Kesuksesan implementasi program wajib belajar 13 tahun ini perlu adanya pendekatan komprehensif dari pemerintah. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan membangun infrastruktur transportasi seperti jalan dan jembatan di daerah terpencil, memprioritaskan anggaran untuk daerah tertinggal, mengadakan pelatihan dan bimbingan bagi guru di daerah terpencil, serta meningkatkan kualitas fasilitas Pendidikan dengan membangun sekolah, laboratorium, dan perpustakaan yang memadai

Dari pada menambah durasi wajib belajar, pemerintah seharusnya berfokus pada perbaikan infrastruktur, sarana dan prasaran Pendidikan terlebih dahulu. Karena kebijakan ambisius ini akan menghadapau kendala yang besar pada implementasinya, terutama didaerah 3 T dan kelompok rentan. Selain itu dukungan dari semua element masyarakat, Lembaga pemerintah sampai dengan sector penting juga sangat berpengaruh terhadap keberhasil perbaikan sistem Pendidikan menjadi lebih berkualitas.

Program wajib belajar 13 tahun ini bukanlah sekadara menambah durasi Pendidikan, tetapi sebuah pembawa perubahan yang membutuhkan pesiapan yang matang. Tanpa menyelesaikan isu-isu yang masih ada, program ini berpotensi menciptakan kesenjangan baru dan memperburuk kondisi Pendidikan di Indonesia.

Saatnya pemerintah mengambil langkah mundur, mengevaluasi secara jujur capaian program wajib belajar yang sudah ada, dan membangun fondasi yang kuat sebelum melangkah ke tahap berikutnya. Pendidikan yang berkualitas berhak diperoleh oleh seluruh anak-anak di Indonesia, dan untuk mewujudkannya kita butuh lebih dari sekedar kata-kata dan angka-angka statistic yang menggiurkan.(***)

* Penulis opini ini ialah :

Nama : Tiara Aprilani Pertiwi
Pendidikan : Mahasiswi UIN STS Jambi
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam

Pos terkait