Mengurai Ketimpangan, Menggapai Harapan: Potret IPM Jambi

Oleh: Yulfi Alfikri Noer S. IP., M. AP
Akademisi UIN STS Jambi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur kualitas hidup masyarakat di suatu daerah. IPM disusun berdasarkan tiga dimensi utama, yaitu umur panjang dan sehat yang diukur melalui usia harapan hidup, pengetahuan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah, serta standar hidup layak yang diukur dari pengeluaran per kapita. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023 IPM Provinsi Jambi berada di peringkat ke-17 secara nasional dengan nilai 72,39. Angka ini menandakan adanya peningkatan, namun sekaligus menunjukkan bahwa posisi Jambi masih berada di papan tengah jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia (BPS, 2024).
Komponen pembentuk IPM Jambi pada 2023 menunjukkan capaian yang bervariasi. Usia harapan hidup saat lahir tercatat 71,93 tahun, harapan lama sekolah 13,56 tahun, rata-rata lama sekolah 8,74 tahun, dan pengeluaran per kapita sebesar Rp11,47 juta per tahun (BPS Provinsi Jambi, 2024). Jika dilihat secara komprehensif, angka-angka ini mencerminkan adanya kemajuan, terutama pada aspek pendidikan dengan meningkatnya angka harapan lama sekolah. Namun, rata-rata lama sekolah yang masih di bawah 9 tahun menunjukkan bahwa banyak penduduk Jambi yang belum menuntaskan pendidikan menengah.
Lebih jauh, disparitas antarwilayah di Provinsi Jambi juga terlihat jelas. Berdasarkan data BPS per kabupaten/kota tahun 2023, Kota Jambi menempati posisi tertinggi dengan IPM mencapai 81,34, sedangkan Kabupaten Tanjung Jabung Timur berada di posisi terendah dengan nilai 66,57. Kabupaten Kerinci (73,71), Kota Sungai Penuh (75,89), serta Kabupaten Merangin (71,68) juga menunjukkan capaian yang relatif baik. Sementara itu, wilayah seperti Kabupaten Sarolangun (70,21), Batanghari (70,98), Muaro Jambi (71,44), dan Bungo (72,08) berada pada kategori sedang. Disparitas ini menggambarkan adanya ketimpangan pembangunan antarwilayah di Jambi, yang dapat berimplikasi pada kesenjangan kesejahteraan masyarakat (BPS Jambi, 2024).
Jika dianalisis lebih dalam, posisi Jambi di peringkat ke-17 nasional sesungguhnya memiliki makna ganda. Di satu sisi, pencapaian ini menunjukkan bahwa Jambi telah berhasil keluar dari kategori IPM rendah dan berhasil menempatkan diri dalam kategori “tinggi” sesuai klasifikasi UNDP. Namun di sisi lain, posisi ini juga menandakan bahwa Jambi masih tertinggal dibandingkan provinsi-provinsi lain di Sumatera yang berhasil menempati posisi lebih tinggi, seperti Sumatera Barat (peringkat 11 dengan IPM 75,56) dan Kepulauan Riau (peringkat 10 dengan IPM 77,26). Fakta ini memperlihatkan bahwa Jambi perlu melakukan percepatan pembangunan yang lebih merata dan terarah.
Tantangan terbesar yang dihadapi Jambi saat ini adalah meningkatkan rata-rata lama sekolah dan mengurangi kesenjangan antarwilayah. Rata-rata lama sekolah yang masih berada di angka 8,74 tahun menandakan banyak penduduk yang hanya menamatkan pendidikan hingga tingkat SMP. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi daya saing sumber daya manusia di era global yang menuntut keahlian dan keterampilan lebih tinggi. Selain itu, rendahnya capaian IPM di beberapa kabupaten seperti Tanjung Jabung Timur dan Sarolangun mengindikasikan perlunya perhatian khusus dari pemerintah provinsi dalam mendorong pemerataan pembangunan.
Sementara itu, aspek kesehatan melalui indikator usia harapan hidup juga masih menghadapi tantangan, terutama terkait akses layanan kesehatan di wilayah terpencil. Meski usia harapan hidup di Jambi telah mencapai 71,93 tahun, angka ini masih lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional yang mencapai 73,25 tahun (BPS, 2024). Perbedaan ini menandakan bahwa layanan kesehatan, gizi, dan pola hidup sehat masyarakat perlu terus ditingkatkan.
Dari sisi ekonomi, pengeluaran per kapita yang tercatat Rp11,47 juta per tahun juga masih relatif rendah dibandingkan provinsi-provinsi lain dengan IPM lebih tinggi. Hal ini menunjukkan perlunya strategi yang lebih agresif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif yang mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Ketergantungan ekonomi pada sektor tertentu seperti pertanian dan perkebunan harus diimbangi dengan pengembangan sektor industri, pariwisata, dan ekonomi kreatif yang mampu menyerap tenaga kerja sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.
Melihat kondisi tersebut, terdapat beberapa saran kebijakan yang dapat menjadi langkah strategis bagi Pemerintah Provinsi Jambi:
Pertama, memperkuat investasi di bidang pendidikan dengan menargetkan peningkatan rata-rata lama sekolah. Program beasiswa, penyediaan sekolah menengah yang merata hingga daerah pedesaan, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar harus menjadi prioritas. Selain itu, pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan kerja perlu diperluas agar lulusan sekolah memiliki keahlian yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Kedua, meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan. Pembangunan fasilitas kesehatan di wilayah terpencil, penyediaan tenaga medis yang merata, serta program promotif dan preventif terkait gizi dan kesehatan ibu-anak perlu digalakkan. Langkah ini penting untuk menaikkan usia harapan hidup sekaligus mengurangi ketimpangan antarwilayah.
Ketiga, mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dengan memperkuat sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi. Hilirisasi hasil perkebunan seperti karet dan kelapa sawit, pengembangan pariwisata berbasis budaya dan alam, serta pemanfaatan teknologi digital dalam ekonomi kreatif bisa menjadi motor penggerak ekonomi baru. Upaya ini harus disertai dengan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan internet di wilayah pedesaan agar tidak semakin tertinggal.
Keempat, memperkuat koordinasi antarlevel pemerintahan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pemerataan IPM tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah provinsi, melainkan perlu keterlibatan aktif pemerintah kabupaten/kota serta dukungan dunia usaha dan masyarakat sipil. Dengan kolaborasi ini, pembangunan di Jambi akan lebih inklusif dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, posisi Jambi di peringkat 17 IPM nasional harus dipandang sebagai sebuah cermin sekaligus cambuk. Cermin yang menunjukkan bahwa Jambi telah melangkah maju dengan capaian kategori IPM tinggi, namun juga cambuk yang mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Keseriusan dalam membenahi sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, serta keberanian untuk melakukan inovasi dan pemerataan pembangunan akan menentukan apakah Jambi mampu naik ke papan atas dalam peta pembangunan manusia Indonesia.
Dengan langkah strategis yang terarah, Jambi memiliki peluang besar untuk tidak hanya mengejar ketertinggalan dari provinsi lain, tetapi juga menjadi salah satu daerah yang diperhitungkan dalam pembangunan manusia di tingkat nasional. Harapannya, pembangunan yang inklusif dan berkeadilan akan benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat, dari kota hingga desa, sehingga cita-cita “Masyarakat Jambi Mantap” dapat terwujud dalam arti yang sesungguhnya.

Pos terkait