Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 November 2021

Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun


Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun

By : Monas Junior *

Tulisan ini hanya ungkapan semacam curhat tentang gambaran perkembangan media berbasis teks di masa depan.

Saat ini, media yang berkembang pesat adalah media berbasis audio visual. Platformnya sangat banyak. Mulai dari Youtube, Instagram, Facebook, TikTok dan hampir semua media sosial sudah menyediakan layanan Audio Visual.

Kecenderungan masyarakat beralih ke konten Audio Visual, sudah terlihat beberapa tahun terakhir. Namun di tahun ini, perkembangan itu makin pesat. 

Akibatnya, sadar tidak sadar, pembaca teks mengalami penurunan drastis. Berdasar data analytics google di beberapa domain Jambiseru Network, diketahui tingkat pembaca makin lama makin menurun. Grafik Visitor dan tampilan, menunjukkan panah ke bawah dari bulan ke bulan.

Supaya diketahui, sumber-sumber traffic bagi media online tak lain :

1. Media Sosial

2. Organik / Pencarian

Nah, potensi pembaca terbesar ada pada dua saluran penyebaran atau distribusi berita tersebut di atas. Namun, dari hari ke hari, ke dua sumber saluran itu mengalami penurunan drastis. Bisa dikatakan sampai 50 persen penurunannya setiap bulan.

Penulis menganalisis Analytics Google trafik di 3 situs Jambiseru Network. Rata-rata, semua mengalami penurunan signifikan. Ini berbahaya!

1. Media Sosial

Penyebaran berita atau link urls berita di platform media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter, semua menghasilkan trafik yang tak lagi memuaskan dibanding bulan November tahun 2020 lalu (data pembanding Oktober 2021).

2. Organic

Pencarian keyword atau data tertentu melalui situs pencarian berbasis teks seperti Google, Yahoo, Bing dan semacamnya, juga mengalami penurunan drastis. 

Padahal, trafik organik ini sangat diandalkan oleh media-media online berbasis teks dan foto di Indonesia dan seluruh dunia. Lihat, ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan media online.

Terus terang, penulis belum punya data cukup kuat untuk menjawab pertanyaan apa penyebab trafi media online turun. 

Tetapi, melihat perkembangan dan kebiasaan masyarakat yang lebih menyukai video ketimbang teks, bisa kita perkirakan bahwa ini salah satu penyebab kenapa trafik media online turun. 

Baca juga : Berikut Cara Memilih Ad Unit Agar Revenue Adsense Naik

Di media-media online, teks adalah basis utama. Sedangkan di platform media sosial, kini mengandalkan video (audio visual).

Orang-orang sudah malas membaca teks. Mereka lebih senang menonton dan melihat. Kepuasan audio visual ini membawa ancaman besar bagi media online atau media streaming lain berbasis teks.

Apalagi, penulis memperhatikan bahwa anak-anak milenial bahkan generasi Z ke bawah, kini sudah menjadikan platform seperti Youtube sebagai sumber mendapatkan informasi. Mereka tak lagi menggunakan Google! 

Alih-alih mencari informasi di situs pencarian, generasi baru ini, malah membuka Youtube dan mencari informasi yang mereka butuhkan di platform itu. Dengan mengakses youtube, mereka tak hanya mendapatkan data berupa teks, tetapi juga mendapatkan data informasi berupa video, foto dan audio. Sangat lengkap. Dan, sangat memuaskan.

Baca juga : Opini Monas Junior : Judul SEO Versus EYD

Well, jika masih fokus mengoptimalkan situs pencarian berbasis teks, ini bisa kita anggap tak lagi langkah prioritas. Jika pembaca mulai bergeser ke Youtube, ya, mau tak mau harus memperkuat SEO di Youtube Chanel.

Harus Ikut Zaman Jika Tak Ingin Tergulung 

Dan, -ini sangat menyedihkan-, kita sebagai pelaku usaha media online, juga mau tak mau harus segera bermigrasi ke Youtube dan platform berbasis Audio-Visual. Video adalah jenis media online baru yang harus secepatnya digarap. Jika tidak, media online profesional yang dilindungi Undang-undang Pers, akan tergulung arus kecepatan dunia media sosial.

Baca juga : Opini Musri Nauli : Nama Tempat

Apakah media mainstream akan mati? Entahlah. Semoga tidak. 

Itu karena media sosial, memiliki celah besar untuk berkembangnya Hoax atau berita palsu. Maka, media mainstream harus jadi garda terdepan melawan Hoax. 

Tetapi, itu lah, ombak zaman tak bisa dilawan. Kita hanya bisa ikut irama ombak jika tak ingin tergulung.

Video, Foto, Audio, Teks dan media berbasis teks. Benang kusut yang harus segera diluruskan.(***)

* Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Pegiat Media dari Provinsi Jambi, Sumatera, Indonesia.  IG : @monasjunior, blog monasjunior.blogspot.com


Jumat, 12 November 2021

Berikut Cara Memilih Ad Unit Agar Revenue Adsense Naik


Berikut Cara Memilih Ad Unit Agar Revenue Adsense Naik

By : Monas Junior

Anda pengguna layanan Google Adsense? Mau menaikkan revenue atau pendapatan iklan digital Anda? Ada banyak cara. 

Salah satunya memilih Ad Unit. Yap, unit iklan. Ini salah satu langkah yang penting dilakukan setiap publisher Google Adsense.

Baca juga : Truk Batu Bara Biang Kecelakaan di Jambi, Pemprov Cari Solusi

Usahakan memilih Ad Unit custom yang nilainya tertinggi. Bagaimana bisa melihat Ad Unit dengan nilai CPM, CPC dan impresi yang tinggi? Tinggal lihat report atau laporan di akun Google Adsense Anda.

Tapi tunggu dulu, sebelum melihat laporan atau membuat Ad Unit, Anda terlebih dahulu mematikan auto ads di pengaturan Adsense Anda.

Kenapa? Karena jika pengaturan Auto Ads Google Adsense aktif, Anda tidak akan bisa memaksimalkan pengaturan Unit Iklan yang akan Anda buat.

So, apapun alasannya, matikan dulu Auto Ads Google Adsense.

Sudah? Kembali ke report Adsense.

Pada menu laporan, ada banyak pilihan jenis laporan apa yang akan Anda lihat. Pilih laporan tentang Ad Unit. Di sana akan terlihat Ad Unit apa yang menghasilkan impresi dan pendapatan lebih tinggi dari yang lain.

Baca juga : Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun

Biasanya, Unit Iklan jenis responsive, memiliki nilai yang lebih tinggi dari jenis lain.

Berikut jenis Ad Unit iklan di Google Adsense :

1. Display

Iklan display baik berupa teks, gambar ataupun video.

2. Dalam Artikel

Juga berupa teks, gambar atau video namun lebih khusus kepada teks dan gambar.

3. Di Feed

Ini seperti iklan di halaman atau feed page Anda. Juga memuat teks dan gambar.

4. Konten Sesuai

Nah, ini kumpulan konten dari situs Anda yang disisipin iklan native.

5. Pencarian

Khusus iklan di mesin telusur website Anda (jika Anda memasang Google sebagai kolom pencarian).

Mengetahui bahwa Ad Unit di Google Adsense ada banyak fungsi, maka pemasang iklan juga akan banyak pilihan. Karena itu, tempatkan Ad Unit di lokasi yang tepat.

Lalu di antara Ad Unit ini, mana yang paling tinggi impresinya?

Ya, tentu saja, seperti di atas, Ad Unit yang responsive.

Penulis sudah bereksperimen, dan kesimpulannya adalah, Ad Unit yang tinggi nilainya dan pendapatannya adalah AD UNIT DISPLAY RESPONSIVE. --ini artikel asli Monas Junior (https://monasjunior.blogspot.com)---

Di manapun Anda tempatkan, jenis Unit Iklan satu ini memiliki pemasang tertinggi dan nilai impresi tertinggi.

Baca juga : Asyik Nonton Film Korea My Litlle Bride 2004 Sub Indo

Saran, letakkan Ad Unit Display Responsive di bagian atas situs. Setelah MENU akan lebih baik.

Bisa juga ditempatkan di bagian bawah atau footer atau sticky bottom situs Anda. Tapi jangan terlalu dekat, karena biasanya, Ad Unit jenis ini akan menampilkan iklan yang sama.

Jadi jika nanti Anda pasang terlalu berdekatan, akan terlihat materi iklan yang sama, membuat tampilan website Anda jadi tak menarik. Apalagi kalau muncul iklan berbentuk video, kan malah jadi ramai gitu loh!

Oke, begitulah memilih Ad Unit Google Adsense supaya pendapatan Adsense meningkat.

Tetap ingat, apapun triknya, semua kembali ke trafik situs Anda. Kalau trafik rendah, ya, apapun yang dilakukan tetap tidak akan terlalu berarti untuk meningkatkan revenue Adsense Anda.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Selamat mencoba.(***)

Sumber: Angsoduo.net


Minggu, 25 April 2021

Opini Musri Nauli : Nama Tempat (8)

Musri Nauli, S.H.
Jambi - Selain sungai sebagai penanda dan penamaan berbagai Dusun-dusun di Jambi, dikenal juga Pulau.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Pulau adalah tanah (daratan) yg dikelilingi air. Baik air dari laut, sungai ataupun danau.

Opini Musri Nauli : Nama Tempat

Musri Nauli, S.H.
Jambi - Selain sungai sebagai penanda dan penamaan berbagai Dusun-dusun di Jambi, dikenal juga Pulau.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Pulau adalah tanah (daratan) yg dikelilingi air. Baik air dari laut, sungai ataupun danau.

Baca juga : Review Apple Watch 7

Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menerjemahkan pulau sebagai Nusa. Kita kemudian mengenal Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Nusa Tenggara Barat berpusat di Mataram.Sedangkan Nusa Tenggara Timur berpusat di Kupang.

Baca juga : Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun

Kata Pulau juga ditandai didalam Seloko seperti “Sekali air surut, sekali pulau beralih . Sekali air pasang, sekali tanjung putus”. Atau “Tanjung Putus, Pulau beralih. Pusako dianjak-anjakkan hujan”.


Baca selengkapnya di "Opini Musri Nauli"


Minggu, 11 April 2021

Opini Monas Junior : Judul SEO Versus EYD


Judul SEO Versus EYD

Oleh : Monas Junior

Bagi yang sudah biasa berselancar di dunia maya, khusus blog atau situs media online atau toko online, tentu sudah sangat mengenal dengan istilah SEO. Apa itu SEO? Pengertian umumnya SEO dari singkatan Search Engine Optimization atau pengoptimalan mesin pencari / telusur.

SEO ini adalah serangkaian kata atau kalimat yang ditulis khusus sehingga output akhirnya adalah keyword atau kata kunci di situs mesin telusur atau mesin pencari. 

Ada banyak mesin pencari di dunia ini. Mulai dari google.com, yandex.com, baidu.com, bing.com, yahoo.com, duckduckgo.com dan banyak lainnya.

Setiap mesin pencari ini memiliki robot perambah atau crawler bots yang mencari kata-kata atau keyword untuk gudang database mereka. Keyword-keyword itulah yang nantinya akan ditampilkan sesuai apa yang diketik user atau para pencari di situs mereka.

Nah, apa hubungannya Judul SEO Vs EYD di media online?

Baiklah. Mari kita bertukar pikiran.

Baca juga : Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun

Dari keterangan sepintar di atas, kita bisa tahu bahwa SEO sangat penting bagi industri media online. Semakin kuat SEO, semakin besar kemungkinannya bisa terindex di mesin pencari. Dan semakin banyak artikel berita yang terindex di mesin pencari, maka semakin besar pula traffic pengunjung situs media online bersangkutan.

Persoalannya adalah, kebanyakan judul SEO sedikit melanggar kaidah-kaidah EYD (ejaan yang disempurnakan) atau saat ini memakai istilah PUEBI kepanjangan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia.

Bedanya di mana? Lumayan banyak.

Misal dari penggunaan besar kecil huruf di judul.

Sudah jadi patokan bahwa pada judul artikel apapun jenisnya, termasuk berita, menggunakan pola :

1. Huruf besar/kapital di depan kalimat

Misal : "Cara membuat judul seo berita dengan baik"

2. Huruf besar/kapital di depan tiap kata kecuali kata sambung

Misal : "Cara Membuat Judul SEO Berita dengan Baik"

3. Semua huruf besar/kapital

Misal : "CARA MEMBUAT JUDUL SEO BERITA DENGAN BAIK"

Tiga aturan pembuatan judul ini sudah berlaku sejak dahulu sampai saat ini. Tetapi industri media online yang menuntut kekuatan SEO, membuat hukum judul baku ini jadi sedikit terganggu.

Kenapa begitu? Karena banyak faktor.

Misal, faktor pengetikan.

Rata-rata pencari informasi di mesin telusur, tak mengindahkan kaidah penulisan yang benar. Entah karena buru-buru atau malas ngetik, rata-rata menulis tanpa menggunakan huruf kapital pada kalimat yang dicari.

Misal Si Walter sedang mencari siaran langsung bola Barcelona lawan Juventus. Maka dia akan mengetik -semisal Walter menggunakan mesin pencari Google-, "link live streaming barcelona vs juventus". Dari ketika Walter ini, bisa terlihat bahwa ia tak peduli dengan huruf besar atau kecil pada Live, Barcelona, Vs dan Juventus. Yang penting ia bisa segera dapat informasi link live streaming bola itu dengan cepat dari google.

So, akibatnya apa? Bagi penyedia kontent yang memuat informasi ini, tetapi dengan aturan huruf besar kecil, akan sulit ditemukan Google (soal ini masih debatable, tetapi banyak profesional SEO mempercayai hal ini).

Melihat fakta perilaku Walter ini, editor media online mestinya menggunakan kaidah penulisan versi Si Walter pada judul.

Misal, semestinya judul berita sesuai PUEBI, "Link Live Streaming Barcelona Vs Juventus", menjadi "link live barcelona vs juventus".  Dengan judul ini, robot crawler google dengan mudah menemukannya sesuai keinginan Walter. 

Tetapi karena aturan penulisan judul tidak sesuai PUEBI, terpaksa kata "Link" sedikit dikorbankan. Sehingga menjadi "Link live streaming barcelona vs juventus". Dengan harapan mesin pencari mengabaikan huruf kapital pada kata "link", sehingga mudah ditemukan oleh Walter.

Ini hanya sedikit contoh kerumitan membuat judul SEO yang sesuai atau tak jauh-jauh amat berbeda dengan PUEBI.

Masalah berikutnya ada pada lead atau kepala berita atau paragraf pertama berita. Tak hanya PUEBI, di dalam lead terpaksa harus menerapkan kaidah SEO dan sedikit mengabaikan kaidah PUEBI atau bahkan rukun iman berita (5W1H).

Jika seharusnya pada lead berita sudah masuk seluruh rukun iman berita, karena tuntutan SEO dan mesin pencari, terpaksa beberapa elemen berita itu "dicicil" di paragraf-paragraf berikut.

Contohnya kembali ke kasus Walter.

Karena sudah menulis judul "Link live streaming barcelona vs juventus", dan kebutuhan SEO mengharuskan kalimat ini ada pada paragraf pertama, terpaksa di dalam berita dituliskan seperti berikut :

"Jakarta - Anda mencari link live streaming barcelona vs juventus, ini jawabannya. Anda bisa mengakses siaran langsung ini di situs youtube chanel bola."

Dari pargaraf di atas, kita bisa melihat bahwa, oke lah PUEBI tak terlalu meleset, tetapi dari kaidah penulisan berita, paragraf pertama tersebut lumayan kurang pada 5W1H-nya.

Yang ada hanya informasi soal "What/apa" = link live streaming barcelona vs juventus. Elemen lain seperti siapa "Who/siapa" dan seterusnya, tidak tercantum di dalam paragraf pertama itu. Padahal, berita yang idel, semua informasi 5W1H sudah masuk semua di lead berita.

Makanya rata-rata editor, "terpaksa" memasukkan sisa 5W1H itu ke paragraf-paragraf berikut sampai semua terpenuhi. 

Lihat, menarik bukan?

Ini baru sebatas paragraf awal. Kembali ke judul berita, ada juga aturan SEO yang agak rumit dan sedikit melenceng dari PUEBI. Misal dari penggunaan tanda baca.

Mencermati aturan SEO terbaru 2021, situs pencari mulai tidak suka dengan kalimat menggunakan tanda koma / " , ". Jika anda blogger dan menggunakan sistem manajemen konten seperti Wordpress, tentu sudah biasa menggunakan plugin Yoast SEO.

Dari sini kita bisa melihat score SEO artikel. Nah, kalau memasukkan judul yang menggunakan koma, biasanya langsung keluar tanda merah pada SEO. Itu artinya judul yang kita gunakan jelek dan rawan tak diindex situs pencari.

Padahal, kalimat tidak langsung, seringkali menggunakan koma sebagai tanda penghubung. 

Semisal harus menulis "Barcelona Vs Juventus, Ini Link Live Streaming-nya", terpaksa menulis kata langsung "Link live streaming barcelona vs juventus". Atau diakali dengan tanda baca titik dua " : ", menjadi "Barcelona vs juventus: ini link live streaming-nya". Atau menggunakan garis "-", "Barcelona vs juventus - ini link live streaming-nya".

Ini semua harus dilakukan demi memenuhi kaidah-kaidah SEO. 

Sampai hari ini, para editor dan SEO Master, selalu direpotkan dengan pemilihan judul yang sesuai kaidah SEO tetapi juga tak melanggar kaidah PUEBI. Untuk memilih satu judul artikel saja, bisa memakan waktu 10 sampai 30 menit. 

Belum lagi research keyword judul yang lumayan memakan waktu. Jadi, yah, biasalah! Menulis judul berita di media online tak semudah menulis judul berita di media cetak.

Ya, kah?

Baiklah. Karena penulis juga pernah menjadi jurnalis di media cetak, lumayan pahamlah membuat judul berita untuk koran. 

Yang paling penting itu adalah judul harus menarik dan memancing minat baca. Penulisan judul tinggal sesuaikan PUEBI. Pikir sebentar, dapat ide, tulis. Kelar.

Nah di media online tak segampang itu, kawan. Pikir sebentar, dapat ide, research keyword, rancang judul berita, rancang paragraf pertama, timbang-timbang SEO dengan PUEBI, rasanya pas, baru berita bisa diposting.

Lihat perbedaannya? Melelahkan!

Karena melelahkan itu, rata-rata media online berskala besar, biasanya menggunakan jasa SEO Master sebagai garda terdepan "pertempuran" di mesin pencari. Mereka sebagai pintu terakhir sebelum berita diposting. Juga sebagai prajurit yang selalu siap mempertahankan jika keyword-keyword itu "dicuri" oleh pesaing.

Melihat fakta-fakta di atas, bisa disimpulkan bahwa judul SEO kadang agak berlawanan dengan judul EYD/PUEBI. 

Ya, mau bagaimana lagi. Ini adalah tuntutan mesin pencari dan user mesin pencari. Jangan salahkan mesin pencari, salahkan user yang tak peduli dengan kaidah PUEBI sewaktu mengetik di mesin pencari. Hehehehe... emang begitu ya? Entahlah....

Btw, itu saja unek-unek hari ini. Selamat perang lagi kawan, Judul SEO Vs EYD.(***)

Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Jurnalis yang pernah menjadi Pemred harian pagi Jambi Independent (Group Jawa Pos) yang sampai hari ini masih belajar di media online Jambiseru.com.

Baca dari sumber langsung : "Opini Monas Junior : Judul SEO Versus EYD"


Artikel SERU lainnya :

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU

SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU   SERU






Senin, 05 April 2021

Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi

 

Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi

Musri Nauli

Indonesia adalah negeri kaya-raya. Zamrud khatulistiwa. ”Tongkat dan kayu jadi Tanaman” kata Koes Plus. “Gemah ripah loh jinawi” istilah Jawa. “Padi Menjadi. rumput hijau. Kerbo gepuk. airnya tenang. Ikan jinak. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugu’” istilah Melayu Jambi.

Lalu mengapa Negeri Belanda yang luasnya “seupil mampu menguasai Indonesia 1.09 juta kilometer persegi, 17 ribu pulau selama ratusan tahun ?

Belanda datang ke Indonesia dimulai dari pelayaran pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Berhasil mendekati Kerajaan Banten namun terlibat perang dengan Portugis. Belanda kemudian diusir dari Banten terus ke Madura dan kemudian diusir dan pualng ke Belanda dengan membawa sedikit rempah-rempah.

Tahun 1598, Belanda kemudian tiba dipimpim Jacob van Neck. Hubungan dengan Banten diperbaiki dan kemudian diterima. Belanda kemudian mengirimkan tiga kapal pulang ke Belanda. Tahun 1599 kemudian ke Maluku dan berhasil membawa rempah-rempah melimpah ruah. Tahun 1612.

Tahun 1602, pembesar Belanda Olden Barneveld menghimpun semua kongsi besar kedalam Verenigde Oos-Indische Compagnie (VOC). Gubernur Jenderal VOC Pertama adalah Pieter Both. Semula kedudukan VOC di Ambon untuk kemudahan monopoli rempah-rempah. Namun kemudian dipindahkan ke Jayakarta sebagai control jalur perdagangan di Malaka. Setelah peperangan panjang dengan Jayakarta tahun 1619 berhasil dikuasai. Jayakarta kemudian berganti menjadi Batavia. 

Setelah memantapkan kekuasaan di Batavia selanjutnya VOC konsentrasi ke Banten. Setelah itu Mataram, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon, Makassar dan Bone.

Memasuki tahun 1799, VOC kemudian bangkrut. Disebabkan keserakahan penguasa local, ketidakcakapan para pegawai mengendalikan monopoli bahkan menyebabkan kas VOC menjadi kosong.  Belum lagi perang dengan Inggeris di Persia, Hindustan, Sri Langka dan Malaka. Pemerintahan Belanda kemudian mengambil alih. Masa ini kemudian dikenal dengan Hindia Belanda.

Jejak terhadap perkebunan paska tahun tanaman paksa (cultuursteel) masih dapat dilihat didalam berbagai penelitian.

Tahun 1836-1845 mulai didirikan kebun-kebun kecil di daerah Bogor yaitu: Ciawi, Pondok Gede Cioreg, Cikopo, dan Bolang. Hasilnya pada tahun 1845 telah diekspor teh yang pertama kali dari Jawa ke Amsterdam sebanyak 200 peti. Tahun 1887, dilakukan penanaman teh di Kemuning oleh perusahaan Belanda NV. Cultuur Maatschappij.  Di Karawang Perusahaan perkebunan tersebut hampir semuanya perkebunan karet atau teh pada tahun 1929.

Di Desa Trisobo, tanah-tanah garapan petani hasil membuka hutan, disewa secara paksa oleh pemerintah kolonial Belanda disekitar tahun 1920. 

Pada tahun 1920 petani di seluruh Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas perkebunan yang diperdagangkan. 

Begitu juga perkebunan kelapa sawit pertama di lokasi pantai timur Sumatra (Deli) dan Aceh yang saati itu luasnya 5.123 hektar. Kisah Perkebunan Deli banyak menarik perhatian para penulis. Pembukaan perkebunan di Deli, Serdang diikuti oleh perluasan ke daerah Langkat, Simalungun, dan Asahan memicu pendirian berbagai perusahaan pendukung lainnya Perkembangan perkebunan yang pesat di Sumatera Timur menjadi dasar pendirian berbagai perusahaan seperti kereta api Deli (Deli Spoorweg Maatschappij/DSM), Deli Tanker Installation, Deli Haven Beheer, telepon, perumahan, dan sewa gudang. Di Pasaman dibangun 1906 diantaranya di  Silayang, Muara Sungai Lolo dan Koto Rajo.

Sedangkan karet ditanami tahun 1912 di Batujamus Karanganyar oleh Gouvernement Landbouw Bedrijven (GLB). Karet pertama kali ditanam di Kalimantan Selatan pada tahun 1904; kira- kira tahun 1920-an, daerah ini menjadi kaya dengan karet. Tahun 1920 – 1927 harga karet dipasaran internasional melonjak. Tertarik akan memperoleh keuntungan yang banyak, penduduk daerah Hulu Sungai merombak sawah mereka menjadi kebun karet. Mengusahakan karet saat itu menjadi salah satu mata pencaharian di samping bertani, menangkap ikan serta mengumpulkan hasil hutan. 

Baca Juga Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi di: Merdekapost.com

Minggu, 04 April 2021

Opini Musri Nauli : Jambi Sebagai Kota Dagang (2)

opini musri nauli

Sebagai kota dagang, Jambi dicatat sejak zaman Orang Kayo Hitam (1500-1515). Pada masa itu Islam berkembang dan menjadi agama resmi Kerajaan Jambi. 

Di dalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang diterangkan pada masa itu kemudian bergelar “Panembahan” dan kemudian Sultan. 

Pangeran Kedak yang bergelar Sultan Abdul Kahar (1615-1643) adalah Raja Pertama Kerajaan Jambi yang memakai telar Sultan. Dan menetapkan secara resmi Kerajaan Jambi disebut Kesultanan Jambi. 

Begitu juga ketika Depati Anom yang berkuasa kemudian  bergelar Sultan Abdul Jalil (1643). Dilanjutkan Pemerintahan Raden Penulis yang kemudian bergelar Sultan Abdul Mahji yang sering disebut Sultan Sri Ingalogo (1665-1690). 

Begitu juga Putra Sultan Sri Maharajo Batu kemudian bergelar Sultan Suto Ingalogo (1740).  

Masa Pemerintahan Raden Denting kemudian bergelar Sultan Agung Sri Ingalogo atau disebut Sultan Mahmud Mahiddin (1812-1833). 

Baca juga : Ini Penyebab Traffic Pembaca Media Online Turun

Gelar Sultan juga digunakan Raden Muhammad (Pangeran Ratu) yang bergelar Sultan Mohammad Fachrunddin yang sering disebut Sultan Keramat (1833). 

Sultan Taha Syaifuddin (1855) kemudian tidak mengakui kekuasaan Belanda di Jambi juga menggunakan gelar Sultan. 

Perlawanan terhadap Belanda diteruskan hingga ke Sultan Thaha Syaifuddin yang naik tahta 1955. Sultan Thaha Syaifuddin yang dianggap memiliki perlengkapan Kesultanan (rijkssierenden) dan kerisi Pusaka Siginjei sebagai tanda kekuasaan dan kebesaran Sultan yang sah oleh rakyat Jambi. 

Di dalam buku SEJARAH SOSIAL JAMBI - Jambi Sebagai Kota Dagang juga diterangkan diterapkan Undang-undang Pemerintahan yang disebut “Pucuk Undang nan delapan”. 

Istilah “Pucuk Undang nan delapan” sering juga disebut “Induk Lapan Anak 12”. 

Delapan atau Lapan kemudian dikenal sebagai hukum formal. Sedangkan hukum acaranya kemudian dikenal “anak 12”. 

Hukum Adat Jambi yang dikenal “Pucuk Undang nan delapan”  atau “Induk Lapan Anak 12” masih digunakan ditengah masyarakat. 

Mampu menghadapi perubahan zaman. Dan dapat dilihat diberbagai Peraturan Desa di berbagai Daerah di Jambi.(***)


Penulis opini, Musri Nauli, ialah Direktur Media Publikasi Tim Pemenangan Al Haris-Sani



Baca juga opini musri nauli "Jambi Sebagai Kota Dagang (2)" di : 

Koranjambi.com

Pariwarajambi.com

Kamis, 22 Oktober 2020

Rahasia Jadi Petani Sawit Kaya Raya



Opini : Monas Junior

Ide ini muncul ketika satu malam bercerita dan bertukar pikiran dengan seorang sahabat yang kritis. Ia menggerutu, merutuk dan merasa patah arang dengan kondisi perekonomian Jambi yang kian hari kian terpuruk.

Padahal, katanya, Jambi ini lahan subur. Setelah era kebun karet habis dan diganti perkebunan sawit, Jambi mestinya lebih jaya dari era-era sebelumnya. 

Pertanyaan mendasarnya adalah, adakah cara membuat petani sawit kaya raya?

Pertanyaan ini menjadi bahan pembicaraan menarik buat kami, dua sahabat, di satu malam dalam mobil yang meluncur dari Merlung ke Kota Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Jawaban dari pertanyaan itu adalah; ada kakak ada...

Ya, dan jawaban ini saya temukan dua tahun lalu, di satu desa dalam Provinsi Jambi. Mau jadi petani sawit kaya raya? Baiklah, kita mundur ke tahun itu, 2018.

Bisnis yang saya lakoni selama ini terus mengalami kemunduran. Ini membuat saya harus putar otak dan kalau perlu, banting setir. Di saat itu muncul peluang baru, tetapi peluang itu berada jauh dari ibukota Provinsi Jambi, Kota Jambi.

Bermodal nekat dan semangat tinggi, sedikit pengetahuan peluang usaha ini, saya meluncur ke satu kabupaten dalam Provinsi Jambi itu.

Peluang usaha itu adalah... cangkang sawit atau Palm Kernel Shell.

Ternyata, pasar cangkang sawit di Jambi dan dunia cukup tinggi. Kebutuhannya puluhan ribu ton atau puluhan juta kilogram per bulan. Ini membuat bisnis Cangkang sawit tumbuh subur di Jambi.

Sepengetahuan saya, saat itu setidaknya ada 4 penampung dan eksportir cangkang sawit di Provinsi Jambi: Kurnia Tunggal, Bunga Pantai Bersaudara, PT BEA dan Jambi Nusantara Energi.

Menurut data PT BEA, potensi cangkang sawit yang dihasilkan pabrik-pabrik kelapa sawit di Provinsi Jambi, sebulan mencapai 80 ribu ton atau 80 juta kilogram.

Harga yang ditawarkan penampung-penampung itu di stockpile Dermaga Talang Duku, kisaran Rp 700 hingga Rp 1.000 include pajak per kilogram cangkang sawit. 

Baiklah, sampai di sini sudah tergambar belum benang merahnya menjadi petani sawit kaya raya? Belum? Ayo kita lanjutkan sampai kita sepaham.

Kembali ke kabupaten itu, satu desa yang jaraknya sekitar 1 jam dari ibukota kabupaten, saya bertemu pengusaha lokal yang sudah berkecimpung lama di bisnis jual beli tandan buah sawit (TBS), cangkang, bahkan arang cangkang sawit! 

Namanya Mr K, atau biasa dipanggil Bendil. Tapi karena kita membahas rahasia atau cara menjadi petani sawit kaya raya, kita lupakan saja nama pengusaha itu, tetapi sama-sama kita ingat betapa cerdasnya pemuda dusun satu ini.

Dari dia, saya mengetahui -dan sebenarnya, kebanyakan petani sawit di Jambi juga sudah mengetahui-, bahwa buah sawit memiliki produk-produk turunan yang semuanya punya nilai jual. 

Tinggal olah sedikit, maka bertambah lah nilai setandan buah sawit itu.

Rincinya begini. 1 kilogram buah sawit, bisa menghasilkan :

- Crude Palm Oil - CPO (minyak sawit)

Harga kisaran Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilogram

- Palm Kernel Oil -PKO (minyak inti sawit)

Harga kisaran Rp 11 ribu per kg

- Palm Kernel Shell (cangkang sawit)

Harga kisaran Rp 700 - Rp 1.000 / kg

- Palm Kernel Shell Charcoal (arang cangkang sawit)

Harga kisaran Rp 3.000 - Rp 5.500 / kg

- Tandan kosong (sabut kelapa sawit)

Harga cukup rendah tergantung lobi, bahkan di sebagian pabrik digratiskan

Ke empat di atas adalah produk dari pengolahan TBS. Setidaknya ada 4 yang bernilai cukup tinggi: minyak sawit, minyak inti sawit, cangkang sawit dan arang cangkang sawit.

Di sinilah pertanyaan itu terjawab. Bisakah petani sawit kaya raya? Bisa. Kalau melihat fakta di atas, tentu bisa! Sangat bisa!

Bagaimana caranya? Ya, tentu saja, petani harus secara mandiri mengolah TBS sehingga menghasilkan; CPO, PKO, cangkang dan arang cangkang. 

Wah, ini susah! Butuh ini itu yang tentu saja tidak semudah telapak tangan. Ditambah harga mesin-mesin pengolah TBS itu nilainya sangat mahal. 

Ya, tentu saja. Mau kaya raya tanpa modal? Belajar di mana cuy?

Tetapi, setidaknya, sekarang kita bisa tahu bahwa sebenarnya, dari TBS saja menghasilkan produk-produk lain bernilai tinggi. 

Coba bayangkan, jika 1 tandan buah sawit seberat 10 kilogram, bisa menghasilkan -paling rendah-:

1 kg CPO seharga Rp 6.000

1 kg PKO seharga Rp 11.000

3 kg Cangkang sawit seharga Rp 700 x 3 = Rp 2.100 (penyusutan 30 persen dari TBS)

1 kg arang cangkang sawit seharga Rp 3.000 (penyusutan 30 persen dari cangkang)

Ditotalkan, 1 tandan seberat 10 kg, petani sawit bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp 22.100. Atau setara dengan Rp 2.210 per kilogram TBS.

Artinya, setiap 1 kg TBS, nilai uang yang didapat petani sawit semestinya bisa sebesar Rp 2.210, bukan malah Rp 600 - Rp 800 per kg seperti yang terjadi saat ini.

Sampai di sini, sepaham? Memang agak ribet hitung-hitungannya, tapi setidaknya begitulah fakta yang terjadi di lapangan.

Pabrik kelapa sawit (PKS), ternyata membeli dari petani sawit dengan harga jauh dari yang mereka dapat dari hasil jual produk ke pasar. Semua mereka dapat. Dari mulai CPO, PKO sampai cangkang sawit (karena arang cangkang harus melalui pengolahan di luar PKS, jadi tidak masuk hitungan).

Bukannya mau menghitung pendapat pabrik kelapa sawit, tetapi, setidaknya dari sini kita bisa mendapat gambaran bahwa lagi-lagi, petani lah yang jadi "korban". Kenapa korban? Karena petani, kebanyakan tidak tahu bahwa hasil dari 1 tandan buah sawit yang mereka jual ke pabrik, akan menjadi banyak produk layak jual yang bernilai tinggi.

Baiklah, jadi apa rahasia dan solusi agar menjadi petani sawit kaya raya? Jika, saat mengolah TBS secara mandiri, harus butuh modal kuat dan pasar yang terbuka lebar.

Jawabannya adalah pemerintah daerah. 

Karena petani atau rakyat tidak akan mampu berbuat sendiri untuk menjadikan diri mereka sebagai petani sekaligus pengusaha sawit, pemerintah daerah harus peduli dan harus tahu semua produk yang dihasilkan dari 1 tandan buah sawit. 

Pemerintah daerah -dalam hal ini setingkat Pemprov Jambi-, juga harus cerdas dalam membuat program hilirisasi kelapa sawit.

Nantilah menyiapkan pabrik minyak goreng, bio diesel, sabun atau produk lain turunan TBS. Siapkan dulu pabrik-pabrik sederhana berskala kecil untuk hilirisasi TBS di tingkat desa.

Semisal -ini diambil dari ide Mr K, pengusaha lokal yang punya pikiran internasional itu-, dalam 2 desa yang memiliki lahan sawit rakyat seluas kisaran 30 hektar, bisa didirikan pabrik sawit mini.

Mesin pengolahannya juga relatif tak terlalu semahal milik pabrik-pabrik sawit besar. 

Selain pabrik mini itu, bisa pula dibangun pabrik arang cangkang sawit skala 5 sampai 10 tungku dengan kapasitas pengolahan 3 ton per tungku.

Dengan begitu, setelah pabrik sawit mini menghasilkan CPO dan PKO, cangkangnya bisa langsung diolah menjadi arang atau bahkan briket siap ekspor.

Pengelolanya bisa rumah tangga, koperasi desa, atau bahkan BUMD. Sederhana dan merakyat konsep ini.

Andai bisa terlaksana, mudah-mudahan, menjadi petani sawit kaya raya bukan lagi rahasia. Tetapi bisa dinikmati seluruh petani sawit di manapun berada. Khususnya, di Provinsi Jambi.

Sementara, dari perkembangan terakhir, satu-satunya kandidat calon Gubernur Jambi yang punya program hilirisasi sawit, adalah Al Haris-Abdullah Sani. Dua sosok inilah menjadi tumpuan kita, para petani sawit yang sedang merana di tengah pandemi covid-19 ini.

Jadi bagaimana? Sudah sepaham kah kita?(*)

* Monas Junior adalah nama pena dari Alpadli Monas. Seorang jurnalis yang sedang mencoba untuk terus hidup di bawah ridho Allah

Sumber : Monasjunior.blogspot.com